Pentingnya sebuah niat
Pentingnya memaknai Niat
Salah
satu ajaran agama yang sangat perlu kita pahami adalah niat. Karna niat
merupakan penentu dari segala aspek ibadah yang kita lakukan. Apakah amalan
yang kita kerjakan seperti shalat,
puasa, zakat, menolong orang yang sedang kesusahan, dan lain-lain akan diterima
oleh Allah ta’ala atau tidak? semuanya tergantung kepada niat.
Jika dari mula
niat kita memang murni hanya karna Allah Ta’ala, maka ganjaran pahala akan kita
peroleh, namun, beda lagi jika sebaliknya, niscaya murka Allah Ta’ala lah yang
akan menimpa kita, walaupun perbuatan yang kita lakukan tersebut baik pada
zahirnya.
Dalam
satu riwayat yang berasal dari Saiidina Umar bin Khattab ra. nabi Muhammad Saw
penah bersabda : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما
نوى...
Artinya
: sesungguhnya amalan tersebut dengan Niat dan sesungguhnya balasan bagi setiap
orang tergantung apa yang ia niatkan.
Hadis
ini menegaskan bahwa amalan-amalan yang kita lakukan butuh kepada yang namanya
niat, sebagai penentu ganjaran apa yang berhak kita dapatkan dari amalan
tersebut. Secara makna, hadis diatas semakna dengan firman Allah SWT yang
mengajarkan supaya berniat ikhlas, semata-mata Lillahi Ta’ala dalam
beramal. Allah SWT berfirman : وما أمروا إلاّ
ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء
Artinya
: dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah Ta’ala dalam
keadaan ikhlas menaatinya semata-mata karna agama.
Intinya,
dengan ayat dan hadis diatas dapat kita pahami bahwa perintah niat ikhlas,
semata-mata hanya karna Allah ta’ala, telah Allah perintahkan sebelum ajaran
Nabi Muhammad Saw diturunkan dan perintah tersebut akan berlanjut hingga hari
kiamat.
Sebagai
lanjutan dari pentingnya memaknai niat, tentu kita harus tahu apa itu niat?
Apakah niat itu sama dengan angan-angan, hayalan atau apakah sama dengan yang
namanya cita-cita?
Sejatinya,
jawaban dari pertanyaan ini telah dipaparkan oleh para ulama dalam berbagai
kitab klasik. Sebut saja salah satunya kitab Syarah Fathul Qarib karya Syekh Ibnu
Qasim al-Ghazi, salah seorang ulama dalam mazhab Syafiiah. Dalam kitab
tersebut, beliau menjelaskan bahwa yang dikatakan niat adalah قصد
الشيئ مقترنا بفعله , artinya :
sengaja memperbuat sesuatu bersamaan dengan melaksanakannya.
Titik
fokus dari defenisi yang dipaparkan oleh Syek Ibnu Qasim disini adalah bahwa
niat atau kesengajaan seseorang baru bisa dinilai sebagai niat, jika hal itu bersamaan
dengan pelaksanaannya dan bahwa niat itu adalah termasuk pekerjaan hati bukan pekerjaan
lisan/lidah.
Dari sini, kita dapat membedakan bahwa niat sangat berbeda dengan cita-cita atau angan-angan. Sebatas cita-cita, mungkin kita bisa mengatakan : saya akan melaksanakan ibadah shalat, puasa, zakat atau yang lainnya besok hari. walaupun pada kenyataan tidak satu pun dari ibadah tersebut kita kerjakan. Tapi, adapun yang namanya niat, mesti bersamaan dengan melaksanakan amalan tersebut. Dan yang dinilai oleh syariat Islam sebagai penentu amalan adalah Niat bukan cita-cita. (Ahmad Rifqi)
0 komentar:
Posting Komentar