Muqaddimah Alfiyyah Ibn Malik; Ujub yang Berakhir Manis
[ Muqaddimah Alfiyyah Ibn Malik; Ujub yang
Berakhir Manis ]
Kajian
kali ini kita mulai dengan menterjemahkan terlebih dahulu 7 bait pembuka dari
Kitab Alfiyyah ibn Malik. Ketujuh bait tersebut adalah sebagai berikut :
قَالَ مُحَمَّد هُوَ ابنُ مَالِكِ # أَحْمَدُ رَبِّي اللَّهَ
خَيْرَ مَالِكِ
Muhammad alias Ibn Malik berkata, “Aku memuji Tuhanku, yaitu Allah sebaik-baik Raja pemelihara diriku”.
Muhammad alias Ibn Malik berkata, “Aku memuji Tuhanku, yaitu Allah sebaik-baik Raja pemelihara diriku”.
مُصَلِّيَاً عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى # وَآلِهِ
الْمُسْتَكْمِلِينَ الْشَّرَفَا
Seraya bersalawat untuk Nabi pilihan, dan keluarganya yang telah menyempurnakan sifat-sifat kemulian.
Seraya bersalawat untuk Nabi pilihan, dan keluarganya yang telah menyempurnakan sifat-sifat kemulian.
وَأَسْتَعِيْنُ اللَّهَ فِي أَلْفِيَّهْ # مَقَاصِدُ الْنَّحْوِ
بِهَا مَحْوِيَّهْ
Aku memohon pertolongan Allah dalam menyusun kitab Alfiyyah ini, yang di dalamnya meliputi (penjelasan-penjelasan) yang dimaksud dalam Ilmu Nahwu.
Aku memohon pertolongan Allah dalam menyusun kitab Alfiyyah ini, yang di dalamnya meliputi (penjelasan-penjelasan) yang dimaksud dalam Ilmu Nahwu.
تُقَرِّبُ الأَقْصَى بِلَفْظٍ مُوْجَزِ # وَتَبْسُطُ الْبَذْلَ
بِوَعْدٍ مُنْجَزِ
Alfiyyah ini mendekatkan pengertian yang jauh dengan ungkapan yang mudah, dan menguraikan materi yang luas dengan bahasa yang sederhana.
Alfiyyah ini mendekatkan pengertian yang jauh dengan ungkapan yang mudah, dan menguraikan materi yang luas dengan bahasa yang sederhana.
وَتَقْتَضِي رِضَاً بِغَيْرِ سُخْطِ # فَائِقَةً أَلْفِيَّةَ ابْنِ
مُعْطِي
Alfiyyah ini juga menghendaki penerimaan yang tulus dari segenap pembacanya, mengungguli Kitab Alfiyyah karya Ibn Mu’thi.
Alfiyyah ini juga menghendaki penerimaan yang tulus dari segenap pembacanya, mengungguli Kitab Alfiyyah karya Ibn Mu’thi.
وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً # مُسْتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ
الْجَمِيْلاَ
(Namun) Ibn Mu’thi lebih utama karena beliaulah yang mengawalinya, sehingga sudah sepantasnya pujian baikku untuknya.
(Namun) Ibn Mu’thi lebih utama karena beliaulah yang mengawalinya, sehingga sudah sepantasnya pujian baikku untuknya.
وَاللَّهُ يَقْضِي بِهِبَاتٍ وَافِرَهْ # لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ
الآخِرَهْ
Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda, untukku dan untuknya berupa derjat yang tinggi di akhirat kelak”.
Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda, untukku dan untuknya berupa derjat yang tinggi di akhirat kelak”.
Sudah
menjadi tradisi di kalangan ulama dari dulu hingga sekarang setiap kali
mengawali karyanya dengan menuliskan basmalah terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan untuk mengamalkan sebuah riwayat yang bersumber dari Sahabat Abi
Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Saw pernah bersabda, “setiap perbuatan baik
yang tidak diawali dengan basmalah maka keberkahannya akan terputus”. Hadis ini
terdapat dalam Kitab al-Arba’in karya Imam al-Rahaawi dan dinilai hasan oleh
Imam al-‘Azhim Abadi. Keterangan ini kami kutip dari Imam al-Suyuthi dalam
kitabnya Jami’ al-Ahaadits.
Setelah
basmalah, Ibn Malik melanjutkannya dengan memuji Allah Swt sembari bersalawat
kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini dimaksudkan sebagai wujud rasa syukur atas
karunia ilmu pengetahuan yang telah Allah berikan kepadanya. Karena ilmu pada
hakikatnya hanyalah milik Allah yang Ia pinjamkan kepada hamba yang
dikehendaki-Nya. Selain itu sebuah riwayat yang bernilai dho’if menyebutkan
bahwa Rasulullah pernah bersabda, “setiap perbuatan baik yang tidak diawali
dengan pujian kepada Allah dan salawat kepadaku maka keberkahannya akan
terputus (kebaikannya akan dihapuskan)”.
Riwayat
ini disebutkan oleh Imam al-Daylami dan juga Imam al-Hafizh Abd al-Qadir ibn
Abdillah al-Rahaawi dalam Kitab Al-Arba’in. Imam al-Rahaawi menegaskan bahwa
penyebutan redaksi “bersalawat kepadaku” dalam teks riwayat di atas ditambahkan
oleh Isma’il ibn Abi Ziyad al-Syami, seorang perawi hadis yang sangat lemah
sekali (periwayatannya) dan tidak dianggap (oleh para ahli hadis). Namun
meskipun riwayat di atas bernilai dhoif (lemah), bukan berarti bersalawat
kepada Rasulullah setelah membaca hamdalah tidak punya dasar sama sekali hingga
lantas harus ditinggalkan, karena masih banyak hadis-hadis sahih lainnya yang
menganjurkan kita untuk banyak bersalawat kepada Baginda Rasul Saw.
Pada
bait berikutnya Ibn Malik menjelaskan beberapa keunggulan Alfiyyah yang ia
tulis. Ia menilai bahwa Alfiyyah¬¬-nya sebagai kitab nazam terbaik dalam Ilmu
Nahwu karena memiliki redaksi yang pendek namun mengandung makna/kandungan yang
sangat dalam serta mudah dipahami. Bahkan pada bait ke-5 ia menyebutkan bahwa
Alfiyyah yang ia tulis jauh lebih bagus dari Alfiyyah yang pernah ditulis oleh
pendahulunya Ibn Mu’thi yang wafat pada tahun 628 hijriah. Terkait dengan hal
ini terdapat kisah menarik yang sayang kalau dilewatkan.
Pada
saat Ibn Malik menuliskan bait yang kelima tersebut, entah karena sifat ‘ujub
yang mungkin saja tergores di dalam hatinya, tiba-tiba saja inspirasinya hilang
dan tidak bisa meneruskan bait selanjutnya. Setiap kali dia berusaha untuk
menuliskan, selalu saja tidak bisa dan pikirannya menjadi kosong sama sekali.
Ia merasa aneh dengan kondisinya hingga akhirnya sampai suatu malam dia
bermimpi bertemu dengan Ibn Mu’thi yang menyindirnya karena sudah merasa ujub
dan lebih baik dari pendahulunya.
Keesokan
harinya dia sadar akan kesalahannya dan segera menghapus bait yang menyanjung
dirinya serta merendahkan pendahulunya, Ibn Mu’thi. Bahkan dia menggantinya
dengan nazam pujian yang menunjukkan penghargaan serta sanjungan yang sangat
tinggi terhadap Ibnu Mu’thi karena sudah memprakarsai penulisan kitab Nahwu
dalam bentuk kumpulan syair/nazam. Pelajaran yang dapat dipetik dari sepenggal
kisah unik tersebut adalah bahwa setinggi apapun pengetahuan yang kita miliki
tidak akan ada artinya kalau diiringi rasa sombong dan merasa diri lebih baik
dari orang lain. Karena ilmu hanyalah pinjaman yang sewaktu-waktu bisa saja
diambil oleh yang Maha Memiliki. Allahu A’lam.
( Ditulis oleh : Yunal Isra, alumni MTI Candung)
@ Surau Buya Amran
0 komentar:
Posting Komentar