Teroeskan membina TARBIJAH ISLAMIJAH ini sesoeai dengan peladjaran jangkoe berikan ____Syech Soelaiman Arrasoeli

Kamis, 21 Januari 2016

Dimensi Kajian Maqashid as-Syariah (Part 1)


Dimensi Kajian Maqashid as-Syariah (Part 1)


Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas makna dari kata Maqashid dari berbagai perspektif. Sekarang, dalam tulisan yang amat singkat ini, kita akan mencoba sedikit lebih masuk kedalam kajian Maqashid, yaitu dengan membahas dimensi-dimensi atau sisi-sisi apa saja yang dikaji dalam ilmu Maqashid as-Syariah ini.

Jaser Audah, seorang tokoh Maqashid kontemporer dalam bukunya “Maqashid as-Syariah” menjelaskan bahwa dimensi kajian Maqashid itu, paling tidaknya, ada 4. Pertama; tingkatan kebutuhan. Kedua; cakupan/ruang hukum yang ditujukan untuk mencapai maqashid. Ketiga; macam manusia yang tercakup dalam ruang lingkup maqashid. Dan keempat adalah tingkatan keumuman Maqashid. secara berlahan namun pasti, kita akan mencoba memahami dimensi-dimensi tersebut.

Pertama; tingkat kebutuhan. Sejatinya, pembicaraan tentang masalah ini bukanlah pembicaraan yang dianggap baru, namun beberapa tokoh Maqashid klasik, seperti imam al-Ghazali dan lain-lain sudah menggeluti isu-isu yang terkait dengan ini. Para Ulama membagi kebutuhan manusia menjadi tiga. Pertama Daruri. Kedua Hajati. Ketiga tahsini. Kebutuhan dharuri adalah kebutuhan yang mesti ada dan harus didapatkan oleh manusia, karna jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, kehidupan mereka akan terancam dan bisa diambang kematian. Tak lain, ada lima bentuk dari kebutuhan daruri ini. Yaitu hifzud-din (memelihara agama), hifzun-nafas (memeihara diri), hifzul-mal (memelihara harta), hifzul-‘aqal (memelihara akal), hifzun-nasal (memelihara keturunan). Sebagian pendapat menambahkan “hifzul-irdhi (memelihara kehormatan) sebagai salah satu dari macam kebutuhan yang dharuri.

Nah, ulama Maqashid, dari zaman klasik hingga zaman sekarang berpandangan bahwa kelima macam ini mesti terpenuhi untuk menciptakan manusia yang layak disebut sebagai manusia. Sebagai contoh sederhana yang dapat mendeskripsikan kebutuhan dharuri ini adalah masalah keharaman minum khamar atau keharaman riba dan monopoli pasar. Minum khamar, riba dan monopoli dilarang oleh agama karna kehidupan kita sebagai manusia bisa terancam. 

Dengan minum khamar, fungsi akal  untuk berfikir kepada hal yang lebih positif menjadi hilang, dan dengan adanya praktek riba dan monopoli di dunia pasar, maka kesenjangan kondisi harta di lingkungan masyarakat tidak dapat dihindarkan. Artinya apa, akal dan harta kita tidak berfungsi sebagai mestinya, yaitu sarana untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Oleh sebab itu, 5 macam kebutuhan dharuri tersebut harus terpenuhi, jika kita ingin mencapai kehidupan yang layak sebagai manusia dan ingin menggapai kebahagian yang abadi.

Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan Hajati. Kedudukan kebutuhan ini tidak sepenting kebutuhan yang pertama yang dapat membawa bahaya bagi kehidupan manusia, jika ia tiada. Namun walaupun begitu, Islam tetap memberikan  semangat kepada umat manusia untuk mencapai kebutuhan Hajati ini. Contoh kebutuhan Hajati adalah nikah, berdagang, dan lain-lain. Tentu, kehidupan kita tidak akan terancam, jika kita tidak menikah dan berdagang. Tapi, kondrat kita sebagai manusia membutuhkan perkara-perkara seperti ini. Tak salah, dalam al-Quran atau Hadis Nabi sering sekali ditemukan perintah untuk menikah dan berusaha di dunia ini.

Ketiadaan kebutuhan Hajati memang tidak membawa kepada kebahayaan bagi kehidupan. Tapi, sekiranya kebutuhan ini tidak ada sama sekali atau ketiadaannya sudah mengglobal, niscaya ia naik kepada kebutuhan dharuri. Ini sesuai dengan kaidah yang menegaskan : Hajat, apabila telah merata, maka ia menempati tempat dharuri. Misalkan, di dunia ini tidak ada orang yang berdagang, tidak ada orang yang menikah dan lain-lain. Tentu hal ini akan berdampak pada kemusnahan kehidupan manusia. Harta dan keturunan manusia bisa terancam.

Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan Tahsini. Singkatnya, kebutuhan ini hanya sebagai pelengkap dari dua kebutuhan sebelumnya. Kita berpakaian bagus, berharum-haruman, punya rumah yang bagus merupakan hal pelengkap kebutuhan kita sebagai manusia, walaupun ketiadaan beberapa hal tersebut juga tidak membawa kehidupan kita kepada kesengsaraan.

Referensi : Jaser Audah, Maqashid as-Syariah.

Penulis : Ahmad Rifqi, DS, 16-01-2016.













0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Definition List